DEBAT ANAK KYAI VS ANAK PEJABAT DAN ANAK PENGUSAHA

Suatu hari di sebuah warung kopi, tiga sahabat dari latar belakang berbeda berkumpul. Mereka adalah Anak Kyai bernama Ahmad, Anak Pejabat bernama Bobby, dan Anak Pengusaha bernama Danu. Awalnya mereka hanya ngobrol biasa, tapi lama-lama obrolan berubah jadi debat tentang siapa yang paling hebat antara mereka bertiga.

Bobby (Anak Pejabat) membuka percakapan dengan penuh percaya diri:
"Kalau soal prestise, jelas aku dong yang paling hebat. Apa-apa tinggal telepon bapak. Semua urusan lancar, dari birokrasi sampai izin usaha. Kadang nggak perlu ngantri di bank, lho! Orang-orang hormat kalau tahu aku anak pejabat."

Ahmad (Anak Kyai) tertawa kecil:
"Ah, Bobby, hormat bukan karena jabatan aja, kawan. Kalau aku? Setiap orang yang ketemu bapakku pasti salim, minta doa. Kalau bapakmu cuma ngurus birokrasi, bapakku ngurus akhlak orang banyak. Malah, setiap orang yang butuh nasihat, dari tetangga sampai pejabat, datang ke bapakku."

Danu (Anak Pengusaha) langsung ikut menimpali dengan bangga:
"Kalian berdua ini cuma bisa dapat hormat dari jabatan bapak-bapak kalian. Aku lain. Hormat yang kudapat karena uang! Bapakku nggak perlu jadi pejabat atau kyai. Uang yang bicara! Kalau soal usaha, bapakku yang pegang banyak pabrik. Mau beli apa aja? Bisa. Orang paling suka sama yang ada duitnya, bukan cuma omongan atau jabatan!"

Bobby (Anak Pejabat) menggeleng sambil tertawa:
"Ah, Danu, kamu terlalu materialistis. Hormat yang benar datang dari kekuasaan. Bapakku bisa atur kebijakan ini itu. Kalau ada masalah di kota, tinggal perintah. Semua urusan selesai. Uang sih perlu, tapi kalau nggak ada kekuasaan, apa gunanya? Uangmu masih butuh izin kan buat bikin pabrik? Nah, bapakku yang kasih izin!"

Ahmad (Anak Kyai) dengan tenang menimpali:
"Haha, Bobby, kekuasaan itu sementara. Lagian kalau nggak bijak, cepat hilang. Tapi kalau jadi orang yang dihormati karena agama, itu lebih abadi. Bapak kalian bisa ngatur birokrasi dan bisnis, tapi bapakku bisa ngatur orang buat lebih taat dan jadi orang baik. Yang datang ke rumahku dari pagi sampai malam minta doa dan nasihat, nggak ada habisnya!"

Danu (Anak Pengusaha) tak mau kalah:
"Lagian, buat apa doa kalau urusan bisa diselesaikan dengan uang? Kalau aku butuh sesuatu, tinggal bayar. Mau beli tanah? Langsung! Bahkan pejabat pun butuh uang kan? Kalau nggak, gimana bisa hidup mewah? Haha."

Bobby langsung menjawab:
"Eh, jangan salah! Pejabat itu punya fasilitas negara. Nggak perlu bayar, semua udah disediakan! Mau mobil dinas, rumah dinas, sampai pengawal pun ada. Kamu mungkin punya uang, tapi pejabat kayak bapakku bisa dapat fasilitas itu gratis!"

Ahmad menggeleng sambil tersenyum:
"Kalian berdua ini, semua dilihat dari materi. Padahal, bapakku nggak butuh fasilitas mewah, pengawal, atau mobil dinas. Tapi orang tetap hormat dan datang minta petuah. Hidupnya sederhana, tapi penuh barokah. Kalau bapak kalian udah nggak jadi pejabat atau uang habis, siapa yang masih akan datang? Orang cuma datang ke bapakku karena ketulusan."

Tiba-tiba, seorang Anak Tukang Bakso yang duduk di meja sebelah ikut bicara sambil tertawa kecil:
"Eh, kalian semua pada ribut soal bapak-bapak kalian, padahal menurutku bapakku yang paling hebat! Bayangin aja, bapakku nggak perlu jabatan, nggak perlu uang banyak, dan nggak perlu jadi kyai. Cuma dengan dorong gerobak bakso, semua orang senang dan hormat ke bapakku. Coba tanya, siapa yang nggak suka bakso?"

Mereka bertiga langsung terdiam sejenak, lalu tertawa keras bersama. Debat mereka yang tadinya serius jadi lucu setelah menyadari bahwa kadang hal-hal sederhana seperti bakso bisa bikin semua orang bahagia.

Pesan moral: Penghargaan dan hormat bisa datang dari berbagai macam hal—kekuasaan, uang, atau kebijaksanaan. Tapi kadang, hal-hal yang sederhana seperti bakso bisa lebih berarti dari semuanya!

Advertisement