Kisah Lucu Pemecatan Shin Tae-yong
Di suatu hari yang cerah, suasana stadion nasional mendadak memanas bukan karena pertandingan, tapi karena kabar mengejutkan: Pelatih Timnas, Shin Tae-yong, dikabarkan akan dipecat oleh pemilik tim, Erick Thohir. Kabar ini langsung jadi bahan obrolan di antara suporter fanatik dan para sponsor yang terlibat dalam tim.
Cerita dimulai saat Erick Thohir memanggil Shin Tae-yong ke ruangannya untuk rapat penting.
Erick Thohir (dengan nada serius):
"Coach Shin, saya sudah memikirkan ini matang-matang. Sepertinya kita harus berpisah. Hasil pertandingan belakangan ini kurang memuaskan, dan saya sudah didesak oleh para sponsor dan suporter. Mereka mulai kehilangan sabar."
Shin Tae-yong (terkejut dan bingung):
"Tunggu dulu, Pak Erick. Tim kita baru saja menang tiga pertandingan terakhir! Apa yang salah?"
Erick Thohir (menghela napas):
"Iya, menang memang, tapi gaya mainnya dianggap kurang atraktif oleh sponsor. Mereka bilang pertandingan terlalu membosankan, kurang seru untuk ditonton di TV. Penonton nggak puas."
Sementara itu, di luar stadion, suporter mulai ribut. Pak Udin, salah satu suporter fanatik yang selalu datang ke setiap pertandingan, berbicara dengan teman-temannya.
Pak Udin (berteriak):
"Wah, kalau Coach Shin dipecat, siapa yang mau gantiin? Jangan sampai kita dapat pelatih yang cuma bisa nyuruh-nyuruh tapi nggak ngerti bola!"
Bu Siti, yang jualan es cendol di stadion dan juga suporter garis keras, ikut nimbrung.
Bu Siti:
"Saya nggak peduli gimana gaya mainnya, yang penting kita menang! Lagi pula, kalau dipecat, siapa yang mau bayar pesangon pelatih mahal kayak dia? Bisa-bisa harga tiket naik lagi, jualan es cendol saya ikut sepi!"
Di sisi lain, para sponsor juga mulai gusar. Pak Budi, perwakilan dari perusahaan mie instan yang jadi sponsor utama timnas, sedang ngobrol dengan manajer iklan.
Pak Budi (sambil garuk-garuk kepala):
"Kalau pelatih dipecat, saya harus ganti strategi iklan. Baru saja saya bikin kampanye 'Mie Instan, Teman Shin Tae-yong', sekarang malah mau dipecat? Wah, rugi besar kita kalau begitu!"
Manajer Iklan:
"Iya, Pak. Udah terlanjur keluarin banyak biaya buat iklan yang muka Coach Shin di bungkus mie. Nanti kalau diganti pelatih, kita harus cetak ulang lagi!"
Di ruang rapat, Shin Tae-yong mulai mencoba membela diri.
Shin Tae-yong:
"Pak Erick, kalau saya dipecat, tim kita bisa kehilangan momentum. Saya sudah bangun tim ini dari nol, kita sudah mulai kompak. Kalau pelatih baru datang, mereka harus adaptasi lagi. Apa Bapak yakin suporter dan sponsor nggak akan tambah marah?"
Erick Thohir berpikir keras. Di satu sisi, sponsor dan suporter menuntut perubahan. Di sisi lain, pelatih ini sudah memberi beberapa kemenangan penting.
Tiba-tiba, telepon berbunyi. Pak Budi, sang sponsor mie instan, menelepon.
Pak Budi:
"Pak Erick, tolong pertimbangkan lagi pemecatan Coach Shin! Kalau dia dipecat, iklan saya kacau! Ini bisa mengganggu penjualan mie instan kita. Suporter juga pasti ngamuk!"
Erick Thohir (berusaha menenangkan):
"Tenang, Pak Budi. Kami masih dalam diskusi. Saya paham, iklan mie instan ini penting bagi kita semua."
Setelah telepon ditutup, Erick kembali duduk dan menatap Shin Tae-yong.
Erick Thohir:
"Baiklah, Coach Shin. Saya akan beri Anda kesempatan satu pertandingan lagi. Tapi tolong, buatlah permainan lebih menarik. Bikin yang seru, biar sponsor nggak stres, suporter senang, dan saya bisa tidur nyenyak!"
Shin Tae-yong (tersenyum lega):
"Siap, Pak Erick! Saya akan buat tim ini bermain lebih atraktif. Kalau perlu, kita akan buat pertandingan jadi seperti film laga, biar semua puas!"
Akhirnya, Shin Tae-yong pun selamat dari pemecatan sementara, dan suporter serta sponsor kembali tenang. Namun, di benak mereka semua, ada satu pertanyaan yang menggantung: Apakah Timnas akan bermain atraktif sesuai permintaan, atau malah makin bikin suporter dan sponsor gemas?
Pesan moral: Dalam sepak bola, kemenangan bukan segalanya. Kadang, sponsor, suporter, dan pemilik tim punya tuntutan yang berbeda-beda—dan seorang pelatih harus bisa menyenangkan semuanya!