Debat Lucu: "Apakah ada pendidikan khusus untuk menjadi koruptor ulung?"
Debat Lucu: "Apakah ada pendidikan khusus untuk menjadi koruptor ulung?"
Orang Awam (O.A):
"Ya, Pak Profesor, saya sering bingung deh. Kok bisa ya, banyak pejabat yang pendidikannya tinggi tapi malah korupsi? Saya sih mikir, mungkin ada jurusan khusus di universitas untuk jadi koruptor ulung! Mungkin ada mata kuliah 'Teknik Menyembunyikan Uang' atau 'Kreativitas dalam Kolusi'."
Profesor (P):
"Hahaha, Anda ini... jangan-jangan Anda sudah punya gelar di jurusan itu? Saya rasa tidak ada universitas yang membuka fakultas 'Korupsi'. Itu lebih mirip kursus eksternal yang tidak terdaftar!"
O.A:
"Jadi, kalau nggak ada jurusan, kenapa ya pejabat yang berpendidikan tinggi malah banyak yang terlibat korupsi? Padahal mereka seharusnya jadi contoh yang baik. Apa mereka belajar ilmu ‘main mata’ waktu kuliah? Dosen 'Kepintaran Mengelabui' gimana?"
P:
"Well, mungkin ada semacam ‘kursus rahasia’ yang diajarkan di ruang kelas 'Politik Pragmatis'. Tapi itu lebih ke aplikasi dari ilmu yang mereka pelajari, bukan pendidikan formal. Maksud saya, mungkin di kuliah mereka diajarkan teori tentang 'rasionalitas ekonomi', dan pas pulang kuliah, mereka malah praktikin teori itu dalam hidup nyata!"
O.A:
"Ah, jadi seperti belajar teori matematika, tapi akhirnya malah pakai kalkulator untuk hitung duit dari proyek fiktif? Bisa-bisa ujian 'Jujur vs Korup' malah pakai kunci jawaban yang sudah disiapkan!"
P:
"Hahaha, persis! Kalau ujian itu ada, mungkin soal pertama adalah 'Apa yang Anda lakukan kalau menemukan amplop coklat di meja?' Opsi A: ‘Laporkan ke KPK,’ Opsi B: ‘Simpan untuk 'biaya tak terduga’.'"
O.A:
"Kalau begitu, mungkin ujian akhir semesternya itu ya, ‘Gimana caranya jadi pejabat tinggi, tapi tetap nggak ketahuan korupsi?’ Pasti ada jawabannya kayak ‘Gunakan CCTV yang kualitas gambarnya buruk!’"
P:
"Betul! Lalu, di soal lain: 'Apa yang harus dilakukan saat menemukan celah hukum? A: Lapor ke otoritas yang berwenang. B: Gunakan celah itu untuk meningkatkan pendapatan pribadi melalui perantara.' Dan, tentu saja, jawabannya adalah... B! Cuma kalau tidak ketahuan."
O.A:
"Jadi, intinya, pendidikannya sih memang tinggi, tapi moralitasnya kayak belajar jurusan 'Menyusup ke Dalam Sistem'. Mungkin yang mereka butuhkan bukan pendidikan formal, tapi pendidikan karakter. Mungkin jurusan 'Kejujuran dalam Pemerintahan' bisa lebih bermanfaat, ya?"
P:
"Betul sekali! Kalau ada jurusan itu, saya rasa semua orang bisa jadi calon pemimpin yang jujur. Tapi sayangnya, jurusan itu belum ada di daftar akreditasi. Mungkin kita harus usulkan, ya?"
O.A:
"Ya, mudah-mudahan yang belajar di jurusan itu nanti bukan jadi 'koruptor junior', tapi malah jadi 'koruptor ahli', hahaha!"
P:
"Hahaha, semoga tidak! Tapi memang, pendidikan karakter jauh lebih penting daripada sekedar gelar. Kalau pejabat yang terdidik tinggi malah terjerumus, itu berarti kita harus berfokus pada pendidikan yang lebih menyeluruh, bukan hanya sekedar teori!"
O.A:
"Benar, Pak! Jadi, kita harus berharap pendidikan tinggi di masa depan akan menghasilkan pemimpin yang benar-benar berintegritas. Bukan yang cuma bisa jago bikin laporan keuangan yang 'sangat' rapi tapi tanpa isi!"
P:
"Ah, kita mulai berpikir besar! Mungkin kita perlu kurikulum baru: 'Seni Menghindari Godaan Korupsi 101' – siapa tahu, bisa jadi program studi favorit di masa depan!"
O.A:
"Setuju, Pak! Kalau gitu, saya daftar dulu ya di kelas 'Etika & Integritas 101'!"
P:
"Hahaha, saya juga ikut, tapi harapannya lulus dengan nilai A... atau lebih baik, nilai 'tanpa celah korupsi'!"