DEMO EMAK-EMAK HARGA CABE MAHAL
Di sebuah kampung kecil, tersiar kabar tentang demo yang tak biasa—para ibu-ibu rumah tangga mengadakan unjuk rasa di depan balai desa. Suasana ramai, dan terlihat puluhan ibu-ibu berkumpul sambil membawa berbagai spanduk bertuliskan keluhan.
"Turunkan Harga Cabai Sekarang Juga!"
"Suami Gak Mau Makan di Rumah!"
"Cabai Mahal, Rumah Tangga Rawan!"
Siti, pemimpin demo, berteriak di depan megafon sambil menggerakkan massa. “Bapak-bapak di balai desa harus tanggung jawab! Gara-gara harga cabai rawit naik, masakan kami jadi hambar, suami-suami pada gak betah di rumah! Bahkan ada yang makannya di warteg, padahal di rumah ada rendang! Bayangkan, rendang tapi gak pedas!"
Ibu-ibu lain ikut menyuarakan keluhan masing-masing. “Suami saya, Pak! Biasanya doyan ayam balado buatan saya, sekarang maunya beli makan di luar, katanya gak ada sambal pedasnya, gak enak! Gimana ini?!"
Di sudut kerumunan, Bu Ratna membawa poster besar bergambar cabai rawit merah dengan tulisan besar: "Cabai Murah, Rumah Tangga Bahagia!". Dengan wajah serius, dia mendekatkan mikrofon ke bibirnya, "Bapak-bapak, cabai itu sumber kehangatan rumah tangga! Kalau cabai mahal, hubungan suami-istri jadi dingin, masakan gak sedap, akhirnya suami-suami keluar cari makan di tempat lain. Bahaya!"
Pak Lurah yang mendengar keributan dari kantornya, akhirnya keluar untuk menenangkan para ibu-ibu. “Ibu-ibu tenang dulu, tenang! Kami di balai desa sudah berusaha mencari solusi. Tapi harga cabai ini, kan, bukan cuma masalah kampung kita, ini harga nasional!"
Siti tak mau kalah. “Pak Lurah, kalau bapak mau kampung ini damai, tolong carikan solusi biar harga cabai turun! Kalau nggak, masak kami harus pakai paprika buat bikin sambal?! Suami kami udah pada protes, Pak! Kalau terus begini, rumah tangga bisa hancur gara-gara cabai!"
Pak Lurah kebingungan mendengar keluhan para ibu-ibu. Akhirnya, dia berjanji untuk mengupayakan distribusi cabai murah dari pemasok lokal. “Baik, Bu Siti, Bu Ratna, dan ibu-ibu semua! Saya akan cari solusi, kita akan coba datangkan cabai dari petani lokal. Yang penting suami-suami ibu kembali makan di rumah, ya!”
Dengan senyum puas, Siti menurunkan megafonnya. “Dengar itu, Ibu-ibu! Pak Lurah sudah janji! Kalau harga cabai turun, masakan kita bakal sedap lagi, dan suami gak bakal cari makan di luar!”
Para ibu-ibu bersorak, lalu bubar dengan perasaan lega, sambil membayangkan kembalinya sambal pedas yang menggugah selera dan suami-suami yang kembali makan di rumah. Demo unik itu pun berakhir dengan tawa, karena ternyata bukan hanya soal cabai, tapi juga soal cinta dan kehangatan dalam rumah tangga.