Debat Program Makan Siang Lalap Jengkol dan Pete, Sambel Terasi dalam Sidang PBB: Dunia Terpecah, Pencernaan Tak Terelakkan!
Debat Program Makan Siang Lalap Jengkol dan Pete, Sambel Terasi dalam Sidang PBB: Dunia Terpecah, Pencernaan Tak Terelakkan!
Dalam sidang PBB yang luar biasa pada suatu sore di New York, debat yang tak terduga terjadi. Bukan soal perdamaian dunia atau perubahan iklim, melainkan tentang Program Makan Siang Bergizi yang kini menjadi topik panas di Indonesia—dengan menu andalan lalap jengkol, pete, dan sambel terasi.
Perwakilan Indonesia membuka sidang dengan penuh semangat. “Indonesia telah menjalankan program makan siang gratis di sekolah dengan menu yang tidak hanya bergizi, tapi juga bisa memupuk rasa cinta tanah air! Hari ini, anak-anak kami makan sambel terasi, lalap jengkol, dan pete! Dan kami sangat bangga dengan hal ini!”
Delegasi Amerika Serikat langsung berdiri, tidak bisa menahan rasa penasaran. “Sambel terasi, lalap jengkol, dan pete? Apakah itu makanan resmi untuk anak-anak sekolah atau bumbu untuk menaklukkan dunia?” tanya mereka sambil tersenyum kecut. “Kami di Amerika memprioritaskan makanan cepat saji sehat, bukan makanan yang bisa menyebabkan... eh, ketegangan di ruang kelas!”
Wakil Perancis menyelipkan komentarnya dengan anggun. “Di negara kami, kami punya croissant dan ratatouille di sekolah. Mengapa harus sambel terasi? Ini bukankah semacam... strategi yang terlalu berani untuk rasa pedas?” Tentu saja, pernyataan ini langsung disambut tawa ringan dari perwakilan negara-negara lain.
Namun, Perwakilan India yang terkenal dengan rasa rempah yang kaya dalam masakannya, tidak tinggal diam. “Sambel terasi, jengkol, dan pete? Sungguh makanan yang berani! Di India, kami juga punya masakan yang membuat lidah terbakar, tapi itu semua demi kesehatan dan kebugaran! Jangan lupakan, rempah adalah bagian dari kesejahteraan!” kata mereka dengan penuh semangat.
Perwakilan Jepang, yang dikenal dengan ketepatan dan kedisiplinannya, tidak mau kalah. “Jika anak-anak di Indonesia makan sambel terasi dan lalap jengkol, saya khawatir ini akan mempengaruhi performa mereka dalam ujian! Bisa dibayangkan, setelah makan siang, mereka berlari ke sekolah sambil menjaga jarak sosial!” ujar mereka dengan nada bercanda.
Tak mau kalah, Perwakilan Rusia angkat bicara dengan nada serius. “Makanan tersebut mungkin terlalu kuat untuk pencernaan kami di Rusia, tetapi mungkin saja kami bisa menggunakan ini sebagai cara baru untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Di Rusia, kami juga punya hidangan yang... menantang. Mungkin kita bisa saling tukar resep!”
Wakil Meksiko menimpali, “Di Meksiko, sambel pedas adalah budaya kami! Tapi... jengkol dan pete, itu luar biasa. Kami rasa ini akan menjadi ujian bagi pencernaan internasional! Mungkin kita bisa buat tournament sambel terasi dunia, ya?”
Perwakilan Afrika Selatan pun akhirnya berbicara dengan serius. “Kita harus memberikan apresiasi pada Indonesia yang berani memperkenalkan program makan bergizi yang khas. Apapun menu makanannya, yang penting anak-anak mendapat makanan yang bergizi dan penuh energi. Hanya saja, kita harus hati-hati dengan efek sampingnya. Jangan sampai guru-guru harus membawa masker gas ke sekolah!”
Ketua Sidang PBB pun akhirnya turun tangan. “Baiklah, sepertinya kita tidak akan menemukan kesepakatan mengenai sambel terasi, lalap jengkol, dan pete. Namun, mari kita akui bahwa Indonesia telah berhasil membuat dunia tertawa dan berpikir tentang makan siang yang lebih bergizi... walaupun dengan sedikit tantangan untuk pencernaan global!”
Sidang PBB berakhir dengan tawa di seluruh ruangan, dan delegasi dari Indonesia kembali dengan kepala tegak, bangga membawa pulang program makan siang yang tak hanya mengisi perut, tetapi juga mengisi ruang sidang dengan semangat persatuan dunia.
Satu hal yang pasti, dunia kini tahu: Indonesia berani menghadirkan program makan siang yang tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menguji kekuatan pencernaan internasional.